1.
Kehidupan
Sang Buddha
Saat bulan purnama pada bulan Mei tahun 623 SM di Taman Lumbini,
Kapilavatu (Nepal) lahir lah pangeran keturunann dari raja Suddhodana dan Maha
Pajapati Gotami . namun ibu nya wafat setelah tujuh hari kelahirannya.ratu Maha
Maya adalah ibu tiri nya. Rakyat sangat gembira atas kedatangannya, begitu juga
dengan Asita, Kaladevala. Pangeran ini diberi nama Siddharta Gotama.
Saat ada perayaan membajak sawah, pangeran siddharta ikut
menghadiri, namun ketika ia di tinggalkan oleh pelayan-pelayannya untuk melihat
perayaan beliau melakukan tapa (bertapa) dibawah pohon jambu. Orang-orang
tercengang melihat itu, termasuk ayahnya.
Saat usia 16 tahun pangeran menikah dengan sepupunya, Yasodhara.
Setelah 13 tahun menikah, ia meninggalkan kehidupannya yang serba mewah, karena
ia merasa di tengah kesenangan dan kemakmuran, beliau menyadari adanya
penderitaan.
Dalam usia 29 tahun, pangeran Siddharta melaksanakan perjalanan
bersejarah. Ia pergi menyebrangi sungai Anoma dan mencukur rambut, dan
melepaskan semua perhiasannya, dan di berikan kepada Channa (yang menemani
perjalanannya) karena ia akan pergi
bertapa.
Saat menggembara ia bertemu dengan Alara Kalama (seorang pertapa
terkenal). Lalu Siddharta meminta Kamala untuk menjadi guru spiritualnya, dan
mengajarkan spritualitas kepadanya. Setelah mencapai kebenaran tertinggi
Siddharta meninggalkan Kamala, dan mencara guru spirituallain, karena ia merasa
telah dapat mencapai apa yang dicapai gurunya, Kamala.
Kali ini ua bertemu dengan Uddaka Ramaputta dan menyatakan
keinginannya untuk menjadi muridnya. Dalam waktu yang singkat, Siddharta dapat
mencapai tingkat tertinggi pemusatan pikiran, alam yang bukan persepsi ataupun
tidak bukan persepsi (‘N’eva Sanna N’asannayatana). Ia tetap merasa bahwa yang
ia cari, kesunyatan tertinggi belum tercapai. Ia mencari cita-cita tertinggi,
yaitu Nibbana. Ia menyadari bahwa cita-cita spiritualnya (kesunyataan
tertinggi) harus ditemukan dalam diri sendiri, serta berhenti mencari bantuan
dari luar.
Setelah itu ia berpindah ke hutan belukarditepi sungai, di daerah
Uruvela. Ia memutuskan untuk bermeditasi disana. Mendengar kabar Siddharta bertapa disana,
Kondanna bersama dengan empat temannya (Bhaddiya, Vappa, Mahanama, Assaji)
bergabung dengannya, dan menjadi murid Siddharta.
Siddharta sering mengubah-ubah cara untuk memusnahkan pikiran-pikiran yang tidak baik.
Dari merapatkan gigi dan menekan lidah pada langit-langit, berubah untuk
bermeditasitanpa bernapas, dan berubah lagi menjadi pantang makan, dan makan sedikit
demi sedikit.[1]
Pada suatu malam, Siddharta pingsan, dan ditolong oleh muridnya. Ia
sadar bahwa cara-cara yang digunakannya (tidak makan) membawa ke pembebasan dan
penderitaan pada kebahagiaan sejati. Maka cara itu ditinggalkan, dan ia hidup
dengan makan, minum, dan tidur pada waktu-waktu tertentu. Cara-cara baru itu
membuatnya ditinggalkan murid-muridnya. Sejak saat itu, ia melatih dirinya
untuk menguasai keinginan terhadap kenikamata dan rangsangan indera, disamping
mengembangkan kekuatan batin.[2]
2.
Sang
Buddha mendapat penerangan tertinggi
Pada suatu malam dibawah pohon Bodhi, ia melakukan meditasi dengan
kesadaran yang dipusatkan pada pernapasan. Setelah itu Siddharta mendapatkan
pengetahuan tertinggi, yaitu:
a.
Pengetahuan
tentang kehidupan dan proses kelahiran yang terdahulu, atau pengetahuan tentang
kelahi8ran kembali (pubbenivasanussasti)
b.
Pengetahuan
dari mata dewa atau mata batin (dibacakku)
c.
Pengetahuan
bahwa timbul dan lenyapnya bentuk-bentuk dari berbagai macam kehidupan, yang
baik maupun ayang buruk, tergantung dari perbuatan masing-masing (cuti
upapatana)
d.
Pengetahuan
tentang padamnay semua kecenderungan (asvakha yanana) dan menghilangkan
ketidak-tahuan (avidya).
Dengan
pengetahuannya tersebut, ia dapat menjawab teka-teki nya selama ini (tercantum
dalam kesunyatan): penderitaan, sumber penderitaan, lenyapnya penderitaan,
delapan jalan utama yang menuju lenyapnya penderitaan. Dengan tercapainya
penerangan tersebut ia mendapatka penerangan sejati, dan menjadi Buddha pada
usia 35 tahun. Dengan begitu, ia terus melakukan perenungan secara lebih dalam.
Ia terus duduk di bawah pohon bodhi. Selanjutnya ia menetap selama 7 minggu di
sana, dan berpindah 7 kali. Pada hari terakhir, ia diberi makanan oleh Tapussa
dan Bhalluka dan memohon menjadi muridnya. Dan mereka menjadi pengikutnay yang
pertama.[3]
3.
Sang
Buddha mengajarkan Dharma
Setelah ia berdiam, maka timbullah pikiran untuk mengajarkan darma
yang didapatnya, dengan tujuan untuk menyelamatkan dunia. Lalu ia mengajarkan
darma nya itu kepada ke lima bekas muridnya. Maka diajarkannya lah empat
kesunyataan mulia yang diperolehnya itu kepada mereka.
Peristiwa
tersebut mempunyai arti yang sangatv penting bagi umat Buddha, disebut dengan
dharma cakra pravartana sutra atau pemutaran roda dharma, yang selalu
diperingati setiap tahun. Setelah itu, ia mengajarkan pemutaran roda dharma
tersebut ke seluruh India, di mulai dari Rajagraha. Selama 45 tahun ia
berdakwah, anggota Sangha meningkat hingga ribuan, dan memerlukan wihara-wihara
yang lebih banyak.
Pada
usia 80 tahun, ia wafat di Kusiwara.[4]
[1]
Mahatera, Bhante Narada, Sang Buddha dan Ajaran-ajarannya, (Jakarta:
Yayasan Dhammadipa Arama), jil. I, 1973, h. 1-20
[2] Ali,
Mukti, Agama-Agama Di Dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press),
cet. l, 1988, h. 108-109
[3] Ali,
Mukti, Agama-Agama Di Dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press), h.
109-110
[4] Ali,
Mukti, Agama-Agama Di Dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press), h.
111-112
Share This :
artikel ini perlu di koreksi ulang,dan rekan sedharma dapat membandingkan dg riwayat sang buddha yg sebenarnya dari kitab buddha dan lebih lengkap.
BalasHapus